Di duga kebal hukum nelayan liar di katibung Lamsel




Katibung Lampung Selatan- BERITA NASIONAL.
Indonesia memang terkenal dengan kekayaan alamnya, baik di darat maupun di laut. Banyak cara dilakukan pemerintah untuk menjaga kelestarian sumber daya alam yang ada di Indonesia. Salah satunya adalah larangan beroperasinya “Kapal Trawl” demi menjaga kelestarian hayati dibawah laut.

Kapal trawl merupakan kapal penangkap ikan yang menggunakan alat tangkap trawl atau biasa disebut pukat harimau/pukat hela. Trawl merupakan jaring berbentuk kerucut yang terbuat dari dua, empat atau lebih panel yang ditarik oleh satu atau dua kapal di dasar atau di tengah laut.
Senin/26/2/2024.

Dalam praktek penggunaannya, trawl di seret melewati dasar laut sebagai upaya penangkapan ikan. Alat ini banyak digunakan karena dapat menghasilkan tangkapan ikan dengan jumlah besar sekaligus.

Alat tangkap trawl dikategorikan ke dalam beberapa jenis, yaitu:

Pukat Hela Dasar

Shrimp trawls (Pukat hela dasar udang)
Otter trawls (Pukat hela dasar berpapan)
Pair trawls (Pukat hela dasar dua kapal)
Beam trawls (Pukat hela dasar berbalok)
Nephrops trawl
Pukat Hela Pertengahan

Pukat hela pertengahan berpapan
Pukat hela pertengahan dua kapal
Pukat hela pertengahan udang
Otter twin trawls (Pukat hela kembar berpapan)
Mengapa Trawl Dilarang?

Alat tangkap trawl dilarang karena dianggap tidak efektif dan di yakini dapat merusak keanekaragaman hayati bawah laut. Masalah terbesar dalam penggunaan trawl adalah proses penangkapan ikan yang tidak selektif. Saat jaring trawl yang besar dan berbobot ditarik melintasi dasar laut, maka segala sesuatu yang kebetulan menghalangi akan ikut tersapu juga. Ini berdampak pada banyak tertangkapnya spesies non target atau biasa disebut tangkapan sampingan.

Banyaknya tangkapan sampingan akan berakibat pada berkurangnya keanekaragaman hayati laut. Selain itu, hasil tangkapan non target ini pada akhirnya dibuang kembali ke laut dengan keadaan sekarat, hingga memicu masalah lingkungan yang baru.

Selain penyu, ikan kecil, dan invertebrata yang tersapu jaring trawl, hutan karang laut dalam juga tidak luput menjadi korban jaring trawl. Hutan karang laut dalam yang dianggap sebagai salah satu ekosistem dengan keanekaragaman hayati paling tinggi dengan tingkat endemisme yang tinggi, membutuhkan waktu yang sangat lama untuk dapat terbentuk. Tetapi, ketika jaring trawl melindas mereka berkali-kali untuk menangkap ikan, mereka hancur, begitu pula dengan seluruh ekosistem yang terbentuk di sekitar karang.

Hutan karang yang disebut sebagai “kauri lautan” berfungsi sebagai tempat pembibitan ikan kecil dan invertebrata lainnya. Tempat ini sangat penting bagi ekosistem ikan, bintang laut, kepiting, bulu babi, bintang rapuh, moluska, bunga karang, dan cacing yang hidup disana. Selain itu, kibasan jaring trawl dibawah laut juga dapat mengangkat gumpalan sedimen yang ada disana hingga menyebabkan terjadinya suspensi dalam air. Ini mengakibatkan organisme yang hidup di dasar lalu pemakan sedimen tersebut menjadi kekurangan makanan.

Melihat dampak yang ditimbulkan, tidak heran jika trawl dilarang untuk digunakan. Trawl mungkin menjadi alat tangkap yang cukup efektif, namun tidak untuk digunakan di tengah laut. Trawl lebih cocok digunakan di daerah berpasir atau berlumpur, maupun campuran keduanya.

"Kami sekarang susah menangkap ikan jangankan untuk mendapatkan penghasilan cari buat makan aja susah.

Sebetulnya kapal nelayan yang menggunakan pukat rasaksa atau pukat harimau /trowl sudah lama dan Hinga saat ini blm tersentuh hukum manapun.

" Ya kami harap dari pememerintah bisa menindak para nelayan nakal yang ada di perairan kelautan di desa Tarahan dusun sebalang kecamatan ketibung Lampung selatan 
Yang kini sudah meresahkan kami paranelayan kecil.
Ujarnya : pudin
Senin/26/2/2024.

Tak hanya di Indonesia, larangan alat tangkap trawl ini juga dilarang di berbagai negara di belahan dunia. Di Indonesia sendiri, polemik larangan trawl telah hadir sejak tahun 80-an di era kepemimpinan Presiden Soeharto. Kala itu, para nelayan kecil meminta kapal trawl dilarang beroperasi karena dianggap merugikan mereka. Sejak saat itulah, Soeharto mengeluarkan aturan Presiden No. 39 Tahun 1980 tentang penghapusan jaring trawl yang mulai diberlakukan pada 01 Oktober 1980 di laut Jawa, dan 01 Januari 1981 di laut Sumatera.

35 tahun berlalu, polemik kapal trawl kembali muncul di era kepimpinan Presiden Jokowi. Hingga akhirnya diterbitkan Peraturan Menteri Kelautan No) 02 Tahun 2015 tentang pelarangan alat tangkap trawl.

Meski telah jelas dilarang, penggunaan trawl masih sering dilakukan oleh para nelayan nakal demi mendapat keuntungan dengan cepat. Seiring dengan maraknya pelanggaran, sanksi yang diberikan kepada pengguna trawl pun tidak tanggung-tanggung, sesuai dengan pasal 9 yaitu penjara maksimal 5 tahun, dan denda maksimal Rp. 2.000.000.000 (dua miliar rupiah).(A)

Posting Komentar

0 Komentar